SIARINDOMEDIA.COM – Meski ada banyak orang yang sering menghina profesi seorang seniman terutama Tandak (pemeran waria), Namun Andi Tri Sudrajat justru merasa bangga menjadi seorang Tandak dalam Kesenian Ludruk. Mengapa Andi bisa merasa bangga?. Berikut penuturan kisahnya tentang dunia lawak terutama menjadi seorang Tandak.
Andi Tri Sudrajat adalah seniman yang bisa dikatakan all round untuk terjun di dalam dunia seni pertunjukan. Selain profesinya menjadi seorang pengrawit (pemain gamelan), dia juga ternyata dipercaya untuk membuat gelak tawa penonton dalam teater tradisional khas Jawa Timur yaitu Ludruk.
Dengan gayanya yang kocak, dia dipercaya Grup Ludruk Suro Aji Suryo (SAS), untuk menjadi seorang tandak (pemeran waria).
“Dadi tandak kuwi dudu mung mbanci sing ra jelas, ning jane kuwi ngemu piweling sejarah (Jadi tandak itu bukan hanya menjadi banci yang tidak terarah, namun tandak ini sebenarnya membawa nilai sejarah yang penting.Red),” ucapnya kepada reporter siarindomedia.com, Jumat (3/3/2023).
Pria kelahiran 14 Agustus 1994 ini mengatakan jika Tandak dulunya adalah alat untuk penyamaran bagi para pejuang Indonesia.
“Karena dulu banyak pahlawan yang diburu oleh penjajah, maka penyamaran menjadi tandaklah yang digunakan untuk bisa mengetahui siasat dan keberadaan para penjajah di waktu itu (penjajahan),” terangnya.
Bapak satu anak ini juga menjelaskan jika sebelum mementaskan ludruk dulu para pejuang rela bertempur mengorbankan jiwa raganya untuk memberantas penjajah yang ada di Bumi Indonesia ini. Dia juga mengatakan jika suara petasan yang digunakan sebelum pertunjukan ludruk sekarang ini, adalah gambaran rentetan tembakan penjajah zaman dulu sebelum pagelaran ludruk terlaksana,
“Dadi tandak kui dudu nggo bahan nyek-nyekan, mbiyen kui nggo alat penyamaran ngusir para penjajah (jadi banci dalam ludruk itu bukan untuk bahan hinaan atau bullying, tetapi itu dulu digunakan untuk alat penyamaran mengusir penjajah.Red),” ucapnya dalam bahasa Jawa kental.
Jojon panggilan akrab Andi Tri mengatakan, jika perannya sebagai tandak, tidak ada pertentangan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.
“Istri, anak dan lingkungan sekitar saya mendukung, karena menjadi tandak juga harus menyuguhkan tontonan yang disertai dengan tuntunan yang positif,” ucap pria berkacamata ini.
Jojon yang juga sering memerankan tokoh tokoh Cina, dan tokoh Orang Tua ini mengatakan, jika grup ludruk SAS ini adalah grup yang dibentuk oleh para pemuda-pemudi di Kota Batu, yang peduli dengan seni ludruk. Jadi SAS ini bukan hanya mengisahkan lakon-lakon lama, tetapi lebih condong dengan lakon yang memuat kritikan di masa sekarang, dan melakonkan asal muasal desa-desa di Kota Batu.
Dia juga mengatakan jika dalam melawak, seorang pelawak jangan hanya menunjukkan humor yang bersifat bulliying dan kekerasan fisik, namun bercandalah agar penonton berfikir akan kritikan dari guyonan yang dibawakan seorang pelawak.
“Jadi guyune oleh, ning kritik e ya oleh (jadi tertawanya dapat, kritikannya juga tersampaikan.Red),” jelasnya.
Joke (candaan, red) yang biasa digunakan oleh Jojon seperti , Oe gak tau ya pemikiranmu yang Lipause (lambat dalam bahasa Cina khas ala Jojon). Serta bahasa Nying-nying yang sering digambarkan kotoran kucing oleh Jojon.
Dia juga sering menggunakan bahasa bahasa khas Mbatuan seperti, “lhoo yok opo see koen ikuu, ngene ae gak iso e, mbok ndolek sing luwih ayu gak onok taahh (Lho gimana sih kamu itu, begini saja ndak bisa, mbok cari yang lebih cantik tidak ada.Red).”
Juga ada lagi seperti “Baiyoooh jan asi kajo aku janan karo wong iki rek, wong koyok ngono ae diopeni dapurane apa hee, uwong kok nggedekna raimu thok, udelmu iku lo pilek ngantekan (Aduh sebel aku dengan orang ini, seperti itu aja mau diandalkan apanya, orang kok cuma mbesarkan wajahnya saja, sampai pusarmu pilek itu lo.Red),” tuturnya dengan logat khas Mbatuan.
Pria yang sudah sering makan asam garam di dunia panggung ini berharap, agar seni Ludruk bisa tetap eksis, pasalnya Seni Ludruk juga dulunya adalah alat untuk membangkitkan semangat Rakyat Indonesia melawan penjajah.
“Kaya contohnya kidungannya Cak Durasim, Pagupon Omahe Dara, Melok Nipon tambah Sara,” ucap pria yang sering menata naskah kreatif dan menjadi salah satu pemikir ide dalam pertunjukan ludruknya ini.
Pria yang juga sering dipercaya melawak dalam event-event pementasan besar ini juga mengatakan, agar seni pertunjukan bisa segera bangkit lagi. Pasalnya suatu negara bisa hancur jika seni dan budayanya tidak ditata dan dijaga dengan baik.