SINERGI MULTI STAKEHOLDER DESA DALAM PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK DI DESA DAMPINGAN INKLUSI PPA KABUPATEN MALANG

“Perkawinan anak berdampak pada kelangsungan pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan reproduksi, psikologi serta terjadinya kekerasan seksual dan domestik pada anak”

Oleh: Risa Elvia (Lakpesdam PCNU Kabupaten Malang dan Fasilitator Inklusi PPA)

SIARINDOMEDIA.COM – Saat ini praktik perkawinan anak menjadi isu serius sehingga membutuhkan  pencegahan yang serius pula. Pencegahan perkawinan anak (PPA) menjadi perhatian banyak pihak dari level nasional hingga level daerah. Oleh karena itu dibutuhkan usaha yang holistik dan integratif sehingga melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik di kelembagaan negara, dunia usaha, maupun masyarakat sipil.

Multi stakeholder daerah yakni pemerintah desa beserta organisasi masyarakat sipil (OPS) memberikan perhatian besar pada isu PPA dikarenakan dampak dari perkawinan anak yang begitu massif. Antara lain karena memiliki kerentanan yang lebih besar dalam mengakses pendidikan dan layanan kesehatan, dan berpotensi besar pada tindak kekerasan, serta berpotensi memunculkan dampak buruk lainnya, termasuk pada persoalan kemiskinan lintas generasi. 

Penghapusan perkawinan anak menjadi salah satu target tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditargetkan terwujud di tahun 2030. Untuk merealisasikan tujuan ini, Pemerintah Indonesia mengintegrasikan penurunan angka perkawinan anak ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Angka perkawinan anak ditargetkan turun dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024.

Realitas ini mengindikasikan upaya penurunan angka perkawinan anak membutuhkan usaha yang holistik dan integratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Peran penting sinergi multi stakeholder dalam pencegahan perkawinan anak berpengaruh terhadap keberhasilan strategi pencegahan perkawinan anak.

Agar upaya dalam penurunan anak di Kabupaten Malang dapat efektif, maka dibentuklah multi stakeholder tingkat desa.

Pembentukan forum tersebut diawali dari Desa Sumberputih Kecamatan Wajak [Kamis, 25 Juli 2024], Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo [Jum’at, 26 Juli 2024], Desa Srigading Kecamatan Lawang [Senin, 29 Juli 2024], dan Desa Dengkol Kecamatan Singosari [Selasa, 30 Juli 2024] pada jam 9.00 WIB sampai selesai, yakni sekitar pukul 12.30 WIB.

Keempat desa tersebut merupakan desa sasaran dan dampingan dari mitra Program Inklusi PPA yakni Lakpesdam PBNU.

Lakpesdam PCNU Kabupaten Malang Bersama PC Fatayat NU Kabupaten Malang sebagai salah satu mitra pelaksana atau sub-mitra Lakpesdam PBNU akan melakukan berbagai aksi untuk mendukung program tersebut, termasuk pembentukan forum multi stakeholder di desa-desa dampingan.

Forum multi stakeholder desa tersebut dihadiri oleh kepala desa, pemerintah desa yang diwakili pleh sekretaris desa, ketua BPD, pendamping desa, Kepala Puskesmas, Kepala KUA, Ketua MWC,  Ketua NU Ranting, Ketua Muslimat dan Fatayat Ranting, Ketua Ansor, Ketua Karang Taruna, Ketua PKK dan satu orang pengurus, Mudin desa, serta pendamping PKH.

Tujuan dari Pembentukan forum multi stakeholder tingkat desa yakni untuk: (1) memperkuat komitmen para pemangku kepentingan terhadap PPA di desa masing-masing, (2) meningkatkan pemahaman dan kapasitas stakeholder desa tentang PPA, dan (3) memperkuat peran stakeholder dalam pencegahan perkawinan anak.

Pada forum tingkat desa tersebut telah dilakukan penguatan wawasan terkait pencegahan perkawinan anak (PPA) oleh beberapa narasumber yang merupakan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) setempat dan juga oleh para pakar atau pemerhati perempuan dan anak Kabupaten Malang.

PERAN KELUARGA. Dalam mencegah perkawinan anak, faktor keluarga, terutama orang tua sang berperan penting. Foto: Ist

Narasumber pada Desa Sumberputih yakni Damair As’at, S.FIL.I., M.Ag., (Kepala KUA Kecamatan Wajak) dan Muhammad Imron M.AP (Kepala LPPM Unira Malang dan Pemerhati Anak Kabupaten Malang).

“Faktor pendukung terjadinya perkawinan anak adalah faktor ekonomi, yakni ekonomi keluarga yang rendah akan memaksa orang tua untuk segera menikahkan anaknya agar mengurangi beban orang tua. Faktor yang kedua yakni akses media sosial yang semakin bebas tanpa pengawasan orang tua,” ungkap Damair As’at.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *