SIARINDOMEDIA. COM – Perkelahian antara anak-anak Pandawa dan Pamannya Kurawa di tapel wates Desa Klampis Ireng, Amarta, dan Astina, semakin tak bisa dihindarkan. Suara teriakan, sabetan pedang, dan pukulan terdengar begitu jelas.
Raden Antareja yang memiliki kesakitan bisa ambles bumi, digunakan untuk mengecoh lawanya. Upas sakti yang terdapat di lidahnya membuat siapa saja yang terkena sapuan lidahnya langsung melepuh kulitnya, dan bahkan bisa meninggal seketika.
Sementara adiknya Raden Gathutkaca, sudah terkenal di khalayak umum, memiliki kesaktian otot kawat balung wesi, kulit tembaga, driji gunting, bisa mabur tanpa lar, bisa nylenthik tanpa suthang.
Bahkan senjata tajam dan peluru, nampaknya hanya seperti mainan gabus yang dilempar ke tubuhnya. Kekuatan terbangnya yang bagaikan Thor, alias seperti kilat, membuat para Kurawa kuwalahan.
Tak sedikit yang menjadi korban dari sambaran Raden Gathutkaca. Kotang Antakusuma membuatnya kebal senjata dan bisa terbang tanpa sayap, sementara caping basunanda yang digunakan di kepalanya, melindungi dari hujan dan terik matahari.
Lebih ngeri lagi anak ragil dari putra panegak Pandawa ini, yaitu Raden Antasena. Dia memiliki tanduk seperti udang di kepalanya. Siapa saja yang terkena sungutnya ini, pasti akan tewas seketika.
Apalagi tubuhnya memiliki semacam sisik, membuatnya bisa berjalan diatas samudra, bahkan bisa menyelam dan bernafas layaknya seperti di daratan. Sifatnya yang ndugal kadang dianggap sebagian orang tidak sopan. Tetapi dibalik watak ndugalnya, dia adalah sosok yang jujur dan tegas.
Memang ketiga putra Werkudara ini ibarat Tentara di Indonesia ini, predikat Angkatan Darat dipegang oleh Antareja, Angkatan Udara Gathutkaca, Angkatan Laut Antasena.
Raden Surtayu berlarian tak tentu arah, sambil tubuhnya tatu arang keranjang dan bercucuran darah, melaporkan kepada pamannya Patih Sengkuni.
“Paman, atur ketiwasan, kurawa kedah mundur (Paman, Ijin melapor, kurawa kalah, harus mundur), ” ucapnya.
Seketika Patih Sengkuni yang sudah terkenal dengan kelicikannya, instuisinya mengarah pada siasat jebakan untuk anak-anak Pandawa itu.
“Ha nak ngene terus bisa kalah kurawa, anak Pandawa kudu dirangket (Lha jika begini terus bisa kalah ini kurawa, anak Pandawa harus ditangkap),” ucap Patih dari Kepatihan Plasajenar ini.
Dia lalu menyiapkan semacam pasukan formasi yang seolah-olah mundur namun beberapa pasukan lain membidik dengan jaring-jaring dari atas pohon.
Mengetahui hal itu Kyai Semar pun tanggap. Dia memerintahkan Petruk untuk memberitahu Antasena memanggil putra Raden Arjuna yang berada dilingkungan kaum Dewa, Raden Wisanggeni.
Kyai Semar yakin, bahwa maksud dari Kurawa membuat huru-hara ini pasti berhubungan dengan anak ragilnya, Bagong.
Bagong memang beberapa hari lalu sempat melaporkan kecurigaan pada pejabat tinggi Kurawa yang diindikasi melakukan korupsi uang pajak rakyat Astina.
Tanpa menunggu waktu lama, Raden Wisanggeni turun dari Kahyangan. Putra Raden Arjuna dan Dewi Dresanala ini melihat jika Kurawa terus membuat onar maka, Amarta tidak akan tenang, karena pada dasarnya keseratus putra Prabu Destarata dan Dewi Gandari ini tidak ingin tersaingi oleh adik-adiknya yaitu Pandawa, dalam segi apapun.
Raden Wisanggeni seketika menemui Patih Sengkuni. Sengkuni dibuat kaget oleh kedatangan Wisanggeni.
“Paman, nak pancakara iki ora enggal kok rampungi, aku sing bakal tumindak (Paman, jika peperangan ini tidak segera kau lerai, maka aku yang akan mengambil tindakan),” ujar Wisanggeni.
Sengkuni yang mengetahui watak Wisanggeni, sempat berfikir mundur, karena jika putra Janaka ini bertindak maka Kurawa langsung akan habis dibuatnya.
Namun karena dalam diri Sengkuni sudah tertanam sifat dendam pada Pandawa, terlebih Bagong yang menjadi incarannya karena telah membocorkan indikasi korupsi dalam lingkup wilayahnya pada para Dewa, Sengkuni hanya berpura-pura menarik semua pasukannya untuk mundur.
Kayune purwa sejati
Pangira jagad godhong kinarya rumembi
Apradapa kekuwung
Kembang lintang salaga langit
Oooo….
Woh surya lan tengsu
Kasiram embun lan udan
Puncak angkasa bongkah pratiwi
Oyote bayu bajra
Oooo… .
(Kayune purwa sejati, permulaan yang sejati.
Dahan dan daunnya adalah dunia kehidupan yang bersemi.
Dunia dan jagad yang berkembang berhiaskan pelangi.
Dihiasi dengan bintang-bintang bagai bunga dilangit luas.
Surya atau Matahari dan Bulan tetap terlihat menyinari jagad.
Disirami dengan segarnya embun dan hujan, menjadikan tumbuhnya kelestarian alam.
Jagad raya yang menjulang tinggi dan menancap dalam pada bumi.
Suasana alam juga diikuti dengan tertancapnya akar akar kuat dalam bumi dan angin disertai gemuruh guntur)
Sendhon Pathet Sanga Wantah ini dalam pertunjukan Wayang Kulit Gagrak Surakarta biasanya sudah menandakan bahwa pertengahan waktu kejadian atau lakon cerita.
(To Be Continued)
Ikuti selengkapnya kisah The Punakawan Series di Rubrik Sosial Budaya: