SIARINDOMEDIA.COM – Prof Arday berhasil mendapatkan dua gelar master dan PhD di bidang Studi Pendidikan dan akan memulai peran barunya sebagai profesor di Universitas Cambridge pada 6 Maret 2023 mendatang.
Namun salah satu fakta uniknya, melansir dari BBC News, Jason kecil ini terdiagnosis autisme dan delay perkembangan umum sehingga menyebabkan tidak bisa berbicara sampai usianya 11 tahun dan tidak bisa baca tulis hingga usia 18 tahun.
Meskipun memiliki keterbatasan, Jason sangat aktif dan peka dengan lingkungan sekitarnya.
Jason sangat tergerak oleh penderitaan orang lain dan merasakan dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu.
Salah satu orang yang berperan besar dalam kehidupan Jason adalah Ibunya dalam mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuannya.
Ibu Jason memperkenalkan berbagai macam musik dengan harapan membantu konseptualisasi bahasa yang kemudian menarik minatnya akan budaya populer dan mewarnai beberapa penelitiannya.
Didukung oleh mentor, tutor sekolah, dan temannya Sandro Sandri, Prof Arday akhirnya mulai membaca dan menulis di usia akhir belasan tahun.
Dia lalu belajar Edukasi Fisik dan Studi Pendidikan di Universitas Surrey sebelum mengambil pelatihan untuk menjadi guru olahraga.
Tumbuh di wilayah yang relatif miskin kemudian bekerja sebagai guru sekolah yang memberinya pengalaman langsung dalam merasakan ketimpangan sistemik yang dialami anak-anak muda dengan etnis minoritas dalam pendidikan.
Di usia 22 tahun, Prof kelahiran Clapham, London ini tertarik dengan gagasan untuk menempuh pendidikan pascasarjana dan mendiskusikannya dengan sang mentor.
“Belajar menjadi seorang akademisi ternyata sangat sulit,” kata Arday.
Hal ini terutama karena dia tak punya banyak pengalaman atau pelatihan untuk melakukannya.
Di siang hari, Prof Arday bekerja sebagai guru olahraga di sekolah menengah atas.
Di malam hari, dia menghabiskan waktu untuk membuat makalah akademik dan belajar sosiologi.
“Ketika saya pertama kali mulai menulis makalah akademik, saya tidak tahu apa yang saya lakukan,” ujarnya.
Jason tidak memiliki mentor dan tidak ada yang menunjukkannya cara menulis makalah akademik. Bahkan semua makalah yang diajukan ditolak mentah-mentah.
“Proses peninjauan sejawat sangat kejam, sampai cenderung lucu, tapi saya menganggapnya sebagai pengalaman belajar, dan anehnya, saya mulai menikmatinya,” ungkapnya.
Saat ini, ada lima profesor kulit hitam di universitas tersebut. Angka resmi dari Badan Statistik Pendidikan Tinggi menunjukkan, pada tahun 2021, hanya 155 dari lebih dari 23.000 profesor universitas di Inggris Raya yang berkulit hitam.

Prof Arday berniat meningkatkan representasi etnis minoritas di perguruan tinggi.
“Pekerjaan saya akan fokus pada bagaimana kita dapat membuka pintu bagi lebih banyak orang dari latar belakang yang kurang beruntung dan benar-benar mendemokratisasikan pendidikan tinggi,” katanya.
Menurut Jason, Cambridge telah membuat perubahan signifikan dan telah mencapai beberapa pencapaian penting dalam upaya mendiversifikasi pendidikan. Namun masih banyak yang harus dilakukan baik di sektor pendidikan maupun di sektor lainnya.
Universitas Cambridge memiliki orang-orang dan sumber daya yang luar biasa. Tantangannya adalah bagaimana orang-orang di dalamnya menggunakan modal tersebut untuk meningkatkan berbagai hal untuk semua orang dan bukan hanya bagi segelintir kalangan.
“Melakukan hal ini dengan benar adalah sebuah seni, membutuhkan diplomasi nyata, dan setiap orang harus merasa terinspirasi untuk bekerja sama,” tutur Prof Arday.
“Jika kita ingin menjadikan pendidikan lebih inklusif, alat terbaik yang kita miliki adalah solidaritas, pengertian, dan cinta,” tandasnya.