KIAT ATASI CULTURE SHOCK ALA MAHASISWA BARU UNIVERSITAS NEGERI MALANG

SIARINDOMEDIA.COM – Menjadi Mahasiswa merupakan suatu anugerah tersendiri bagi banyak orang. Namun tidak sedikit pula mahasiswa baru yang merasa kurang nyaman dengan lingkungan barunya. Proses  interaksi  dan  penyesuaian  diri  sering kali  menimbulkan  ketidaksiapan  mahasiswa  dalam  memasuki lingkungan atau yang biasa dikenal dengan culture shock.

Banyak mahasiswa yang mengalami culture shock, termasuk beberapa mahasiswa baru di Universitas Negeri Malang (UM).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa mahasiswa menghadapi banyak perubahan ketika memasuki dunia perkuliahan. Hal ini karena mahasiswa sedang memasuki masa transisi dalam kehidupan.

Frince, salah seorang mahasiswa Administrasi Pendidikan merasa senang bisa diterima di PTN jurusan pilihan pertama. Namun mahasiswa asal Bogor ini juga merasakan culture shock, terlebih pada saat ada tugas kelompok.

“Kadang kita kan bagi-bagi tugas ada yang ngerjain, kadang ada yang ga ngerjain, ga peduli udah deadline, terus ada yang belum bisa ngirim jawaban,” ungkap Frince.

“Mungkin masih semester 2 jadi kayak masih males-malesan gitu,” tambahnya.

Frince juga layaknya mahasiswa rantau lainnya yang merasakan homesick ketika jauh dari rumah.

“Jauh dari orang tua jadi kayak susah, biasanya kan makan dari orang tua, karena ini ngerantau jadi nyari sendiri baru pertama kali jauh,” ujarnya.

Frince juga membeberkan caranya untuk meminimalisir culture shock tersebut.

“Cari kesibukan, mencoba hal baru ya kayak nyari relasi temen-temen dan ada rencana gabung organisasi,” ungkapnya.

Lidia, mahasiswa Administrasi Pendidikan juga merasa belum legowo karena keinginannya untuk kuliah di Universitas Brawijaya pada jurusan hubungan internasional.

Mahasiswa asal Malang ini juga merasakan culture shock terlebih hubungan pertemanan.

“Temennya kayak beda-beda, kalau SMA kan ga zonasi. Temennya banyak beragam jadi kayak adaptasi sama culturenya orang-orang,” tuturnya.

Lidia juga merasa tugas menjadi mahasiswa cukup banyak dan membuatnya kadang malas mengerjakan.

“Kalau SMA kan masih ada tidurnya gitu, tugas terus bisa masih bisa tanya temen. Kalau ini bener-bener ga bisa, terus tidurnya kayak kurang cuma 3 jam 4 jam,” ujarnya.

Tetapi meskipun begitu, Lidia bisa menangani culture shock yang dialaminya.

“Kalau temen dijalani aja gitu, kalau dosen mulai agak nyantai,” terang mahasiswa asal Sawojajar itu.

“Jaga kesehatan sih tetep, kalau ga kuat organisasi jangan, kalau kuat ga papa,” tambahnya.

Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *