SENJAKALA PASAR BUKU DAN SENI VELODROME MALANG

PEDAGANG BUKU BERHARAP ADA PERHATIAN DARI PEMERINTAH, KHUSUSNYA PEMKOT MALANG

SIARINDOMEDIA.COM – Pasar buku dan seni Velodrome Sawojajar, Kota Malang, adalah sebuah tempat para pedagang buku bekas berkumpul. Tempat tersebut adalah hasil dari relokasi toko buku yang sebelumnya ada di stasiun kota baru Jl. Sriwijaya sekitar tahun 2008.

Awal-awal perpindahannya ke velodrome, para penjual buku tidak diberi toko secara langsung oleh pemerintah.

“Toko baru bisa ditempati itu sekitar bulan kedelapan tahun 2008, Mas. Awal-awal kita masih jualan dengan menggelar terpal,” ujar Taukid salah satu penjual.

Meski sudah beraktifitas sejak tahun 2008, toko buku dan seni velodrome masih saja sepi penggunjung. Salah satu faktor terbesarnya karena akses jalan dan letak geografis yang jauh dari aktifitas warga.

“Pernah ada salah satu orang perumahan yang baru tahu kalo di velodrome itu ada toko buku. Padahal dia sudah tinggal di sana sepuluh tahun,” papar Taukid sambal menyeduh kopinya.

Toko buku milik Taukid
MENUNGGU PEMBELI. Ribuan buku di toko buku milik Taukid. Foto: Izzuddin

Selain itu, Iskandar yang juga salah satu pelaku sejarah relokasi toko buku di sana berharap pemerintah memberi semacam edukasi atau pelatihan IT untuk para penjual buku di Velodroom agar dapat mengembangkan bisnisnya.

Pria yang pernah bekerja sebagai supir pribadi rektor Polinema tersebut juga berharap agar akses jalan dan kebersihan di lingkungan pasar buku dan seni velodrome bisa dibenahi.

“Orang kalau malam sedikit sudah ndak berani ke sini, Mas. Takut diculik genderuwo” canda Iskandar sambil tertawa.

Lain lagi dengan Burhan. Dia adalah salah satu pedagang yang beralih usaha distro sejak tahun 2016. Pria berambut cepak itu merasa bahwa menjual buku tidak lagi bisa menjadi sumber utama kehidupan sehingga dia bersama istrinya memutuskan untuk beralih jualan.

Iskandar dan Taukid
BERHARAP PEMBENAHAN. Iskandar (kiri) dan Taukid (Kanan) ketika berbincang di depan toko milik Taukid. Foto: Izzuddin

Selain penjual grosir pakaian distro seperti Burhan, ada juga penjual makanan dan aquarium.

“Aslinya di sini jual buku semua. Tapi kalo jualan ndak laku-laku terus mau makan apa,” ucap pria gemuk tersebut.

Sedangkan menurut Dodik, ketua paguyuban pasar buku dan seni velodroom, semula peraturan dan kesepakatan anggota paguyuban adalah bahwa tempat itu hanya diperuntukkan bagi para pedagang buku.

Tapi karena sepi peminat, Dodik sebagai ketua tidak bisa melarang dan membiarkan aneka dagangan dijual di tempat yang dulu pernah menjadi TC bagi para atlet balap sepeda tersebut.

Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *